Rabu, 09102019
Subuh pagi itu, aku masih bermalas malasan di ranjang mbah
kakung karena aku masih tidak sholat. Aku ingat kau duduk di kursi panjang di
depan TV sambil memegang hape mu ayah. Aku menanyakan jam berapa Hira tadi
malam tertidur dan kau jawab bahwa kau sudah tidak melihat jam malam itu, kau
hanya bilang tengah malam kau masih sempat membuatkan Hira sebotol susu dan
selanjutnya engkau sudah tidak begitu memperhatikan. Mungkin karena kau tidak
bisa tidur semalaman dan akhirnya kutanyakan juga kenapa, apakah masih sesak
nafas kah? Ternyata kau jawab tidak dan tidak tahu. Katamu entah kenapa
semalaman kau merasa gelisah dan tidak bisa tidur. Bukan karena sesak nafas
atau tidak enak badan seperti biasanya.
Tak lama setelah berbincang Hira terbangun , aku juga heran
kenapa Hira yang tidur larut malam bisa pagi pagi sudah bangun. Segera aku ke
dapur menyiapkan sarapan pagi itu, aku lupa dengan siapa pagi itu Hira mandi.
Apakah dengan ayah atau dengan ku , yang aku ingat ketika akan berangkat
sekolah Hira sudah nangkring cantik di atas sepeda ayahnya dan memanggil
manggil aku “ mama mama ayo kita balapan , ayo maaa”
Aku segera menyalakan motorku dan beriringan motor kita
melaju bersama. Hira dan ayah dengan aktifitasnya tiap pagi jalan jalan
keliling kampung, mampir ke TK Paud untuk beli beli mainan dan jajan lalu
pulang sedangkan aku lanjut melaju motorku ke sekolah.
Pagi itu di sekolah tidak ada hal yang baru, semuanya
berjalan seperti biasanya. Aku mengajar jam 1-2 di kelas 9 A lalu jam ke 3 aku
duduk duduk di ruang guru sambil menunggu istirahat tiba untuk masuk ke kelas
8D di jam ke 4-5. Tapi entahlah ternyata ketika aku masuk ke kelas 8D baru saja
satu jam pelajaran mereka bilang kalau jam mengajarku sudah habis , ya ternyata
aku gagal fokus pagi itu . Jadwal yang
kukira jam 4-5 ternyata jam 3-4 , ok lah sudahlah. Aku lalu menunggu lagi di
ruang guru untuk jadwa mengajarku berikutnya di kelas 8E setelah istirahat jam ke 6-7 , rupanya gagal fokusku terulang
kembali dan jadwal di 8E rupanya jam ke 5-6. Ah kenapa aku sepagian ini gagal
fokus? Aku bercerita dengan rekan rekan guru ku di ruangan sambil sesekali
menertawakan gagal fokus ku pagi ini. Setelah habis jam mengajarku
hari itu aku tidak langsung pulang karena aku harus mengisi bimbel di
sekolah. Sudah lewat waktu dhuhur dan tiba tiba telpon WA dari ayah muncul di
layar HP ku
Ku angkat telepon WA ayah tapi tidak ada jawaban, ku coba
telepon kembali dan ternyata yang menjawab adalah Jiha. Aku sudah mulai curiga
jangan jangan ayah sesak nafas lagi , segera kucecar Jiha dengan pertanyaan
apakah ayah sakit , sesak , dan butuh ke igd saat itu juga. Dan jiha hanya
singkat menjawab Ya dengan nada suara yang terdengar khawatir. Tanpa berpikir
panjang aku segera pamit ke teman teman dan aku katakan pada mereka bahwa ada
kondisi darurat di rumah. Di jalan pikiranku melayang memikirkan apa yang
terjadi dengan ayah di rumah,apakah sama seperti senin malam ayah sesak lagi?
Dengan tenang aku mengendarai motorku karena aku sudah terbiasa dengan hal
seperti ini, kubayangkan aku membawa ayah ke igd rumah sakit sama seperti
kejadian kejadian sebelumnya. “insyaallah kali ini terlewati seperti biasanya”
ya itulah yang ada di benakku ketika aku mengendarai motorku menuju arah pulang
ke rumah.
Kubelokkan motorku memasuki gang rumahku, semuanya tampak
lengang seperti biasa. Masuk halaman rumah juga tenang tidak ada suara suara gaduh
di dalam rumah, aku memarkir motorku di depan halaman rumah dan segera aku
masuk. Agak kaget ternyata di dalam rumah sudah banyak ibu ibu tetanggaku
berkumpul di dekat kasur depan TV sementara ayah berbaring di kasur. Belum
sempat kutaruh ranselku aku langsung menghampiri ayah, kupanggil namanya
berkali kali tapi tidak ada jawaban darinya. Panik mulai menghinggapiku,
tubuhmu terbujur kaku. Sekujur tubuhmu dingin, berkeringat dan bergetar serta
ada busa di mulutmu. Tak henti hentinya aku memanggilmu dan kau tetap sama diam
tak menjawab. Aku bingung bagaimana ini aku akan membawamu ke puskesmas atau ke
rumah sakit. Sempat aku bertekad membawa sendiri mobil ku untuk membawamu ke
igd tapi ibuk mencegahku. Sementara Jiha sudah mulai menangis sedangkan Hira tidur
lelap di ranjang mbah kakung. Aku sudah tidak peduli bagaimana nanti kita akan
ke igd, aku segera ke kamar menyiapkan semua yang perlu dibawa dan tak lama
kemudian ada tetanggaku yang bersedia mengantarkan. Setelah semuanya siap,
beberapa orang bapak bapak membantu menggotong ayah masuk mobil sementara aku
sudah siap di dalam mobil untuk memapahmu. Rencana awal memang kita mau ke igd
rumah sakit tapi tetanggaku menyarankan untuk membawa ke igd puskesmas dulu
untuk pertolongan pertama dan aku menyetujuinya.
Sampai di igd puskesmas perawat dan dokter dengan sigap
memberikan pertolongan pertama pada ayah, sementara ayah belum sadar juga dan
sekujur tubuhnya bergetar. Mereka segera meberikan suntikan untuk menghentikan
kejangnya dan tak berapa lama tubuh ayah mulai tenang. Beberapa kali aku ke
booth perawat mengurusi administrasi dan mereka masih sibuk memonitor
perkembangan ayah . Mereka menjelaskan bahwa nantinya ayah pasti akan di rujuk
ke RSUD dan aku mengangguk saja. Sebelum di rujuk mereka memasangkan selang
kateter pada ayah, aku sempat bertanya kenapa pakai dipasang selang kateter
karena biasanya ketika masuk igd jarang sekali mereka memasangnya jika tidak
dalam kondisi yang sangat darurat saja. Aku kembali menepis kekhawatiranku dan
mengingat lagi ke belakang bahwa dulu ayah juga pernah kok dipasang kateter
tapi itu sudah lama sekali. Sebelum petugas memasangkan kateter aku sempat
memberitahukan bahwa ayah memiliki hernia di testis kanannya, tapi entah kenapa
ketika dipasang sudah tidak kelihatan bengkak lagi seperti biasanya. Setelah
semua proses selesai akhirnya ambulan memberangkatkan kami ke rumah sakit
Sepanjang perjalanan menuju RSUD tak henti henti dan tak
putus putusnya aku berdoa untuk ayah semoga bisa melewati lagi moment yang
seperti ini dan kembali beraktifitas seperti biasa. Ingatan ku melayang pada
lima tahun yang lalu dan tiga tahun yang lalu dimana ayah pertama kali masuk
igd dan masuk igd lagi dua tahun kemudian sebelum cuci darah rutin. Ya,
semuanya terjadi di bulan oktober .Rasanya perjalanan menuju RSUD kali ini
terasa lama sekali bagiku, dengan posisi duduk yang tidak nyaman dan memegangi
ayah supaya tubuhnya tidak banyak bergerak karena goncangan dari mobil ambulan
yang melaju dengan cepat membuat detik detik perjalanan kami menuju rumah sakit terasa begitu lama.
Akhirnya sampailah kami di igd rumah sakit, karena sudah
terbiasa keluar masuk igd sebelumnya aku langsung saja menuju booth pendaftaran
sementara ayah di dampingi oleh perawat dari puskesmas masuk ke ruangan igd.
Aku tidak begitu memperhatikan di area mana ayah ditempatkan di igd hingga tiba
di depan area penanganan perawat puskesmas memberitahuku bahwa ayah ada di area
merah. Mendengar hal itu hatiku seketika berdegup, ada kecemasan, kepanikan dan
kekhawatiran yang muncul. Tapi aku berusaha tenang, kuredam semuanya itu.
Bismillah semuanya akan baik baik saja walaupun saat itu hatiku berkecamuk
tidak karuan.
Kulangkahkan kakiku memasuki area merah, disambut dengan
tangisan beberapa keluarga pasien lain yang menunggui keluarga terkasih mereka.
Aku masih berusaha tenang sementara dokter dan perawat sudah stand by di dekat
bed ayah siap siap menjelaskan padaku tentang kondisi ayah saat itu
Mereka menjelaskan bahwa kondisi ayah saat ini buruk, kemungkinan
ada pendarahan di otak atau infeksi bakteri di otaknya tapi mereka masih harus
menunggu perkembangan ayah untuk dilakukan ct scan di radiologi. Aku kembali
bertanya apakah paru parunya terendam cairan dan mereka menjawab bahwa paru
paru ayah bersih dari cairan. Ah sekali lagi aku harus menahan panik ini,
kutepis semuanya dengan mengingat ingat momen sebelumnya dimana ayah berhasil
melewati semua itu dan kembali ke rumah dengan kondisi sadar. Tapi entah kenapa
airmata ini secara otomatis mulai keluar. Mereka mulai tindakan dengan menyedot
cairan melalui mulut ayah, ahhh aku miris melihatnya. Kasihan sekali ayah harus
dimasukkan selang panjang melalui mulutnya, tak tega aku melihatnya. Beberapa
kali aku dan saudara saudaraku bergantian mondar mandir ke apotik untuk
mengambil obat, tanpa menyadari obat apa saja yang sudah masuk ke tubuh ayah.
Mas yudi, dan mas edy sudah menunggu di luar. Mereka semua
berkata hal yang sama, sabar , istighfar, kuatkan hati ikhlas dan pasrah dengan
segala kemungkinan yang terjadi bahkan yang terburuk sekalipun. Mungkin karena
melihat kondisi ayah yang seperti itu makanya mereka berucap hal tersebut. Tapi
aku tak berhenti berharap semoga semuanya ini bisa terlewati bersama.
Aku duduk di sebelah kiri bed di dekat kepalanya, kugenggam
tangan ayah kubelai rambutnya sambil berucap istighfar sebanyak banyaknya.
Masih kurasakan remasan tangan ayah dalam gengggaman ku, aku sedikit lega
karena dengan begitu masih ada sedikit harapan ayah bisa sadar. Kubisikkan
padanya ,kuberikan pilihan padanya , ya saat itu aku berucap di dekat
telinganya “ayah apabila kamu masih kuat bertahan ayok semangat yah, aku
mendampingimu disini . tapi kalau ayah sudah capek nggak papa ayah aku
insyaallah ikhlas” ya bisikan itu berulang ulang kali kuucapkan di telinga ayah
dengan diiringi kalimat istighfar dan seketika air mata mulai menetes tanpa
bisa di bendung.
Perawat menghampiri untuk memberitahukan bahwa ayah akan
dibawa ke ruang radiologi untuk di rontgen dan CT scan. Ku telepon saudara
saudara ku yang sedang menunggu di luar untuk membantu dan dengan segera mereka
datang. Proses di radiologi tidak memakan waktu lama, kurang dari setengah jam
kami sudah kembali ke area merah. Monitor sudah kembali dipasang dan mereka
memberitahuku bahwa nanti dokter akan segera memberitahukan hasil dari CT scan.
Pikiran ku sudah berkecamuk tidak karuan membayangkan hasil dari radiologi
tadi, di dalam ruangan itu seolah olah waktu tidak berjalan. Aku sudah tidak
memperdulikan lagi saat itu jam berapa dan sudah berapa jam aku ada di ruangan
itu.
Mas yudi menghampiriku untuk pamit pulang dan menyerahkan tas
yang berisi baju gantiku dan barang barang ayah. Aku sampai lupa bahwa dari
tadi siang sampai entah jam berapa ini - yang kuingat sudah melewati waktu
maghrib- aku belum ganti baju seragam hitam putih yang tadi pagi kupakai ke
sekolah. Kuambil baju gantiku dan
beranjak ke kamar mandi sebentar, segera setelah aku berganti baju kulangkahkan
kakiku kembali ke area merah.
Mas yudi duduk di kursi menunggu ayah, entah kenapa ketika
mau pamit pulang kuminta mas Yudi untuk
membawa semua perbekalan kami mulai dari baju ganti, obat obatan dan lain lain
yang kubawa hanya meninggalkan dompet, power bank dan kartu kartu serta surat surat yang
sekiranya akan dibutuhkan kemudian. Tak berapa lama setelah mas yudi pergi
seorang perawat datang memasang selang di hidung ayah, ahh aku ingat bapak. terakhir kalinya di rumah sakit sebelum
meninggal bapak juga begitu karena kondisi yang tidak sadar dan mengharuskan
memasukkan makanan cair berupa susu melalui selang hidungnya. Pikiranku semakin
berkecamuk tapi masih dengan sedikit harapan di hati sambil berkompromi pada
diriku sendiri bahwa nanti apapun yang akan terjadi insyaallah aku siap
menghadapinya. Aku mulai bertanya pada perawat tentang kondisi ayah dan perawat
menjawab bahwa nanti dokter akan menjelaskan semuanya padaku. Ku iringi ayah di
sebelah bednya sambil sesekali mengelap cairan seperti muntahan yang keluar
dari mulutnya. Berulang ulang kubisikkan istighfar di dekat telinganya dan
sesekali kuucapkan pesanku sebelumnya sambil menggenggam tangannya dan membelai
rambutnya, tapi kali ini genggamannya terasa semakin lemah di tanganku
Tak berapa lama perawat memanggil ku untuk berbicara dengan
dokter. Pikiranku berkecamuk tapi dengan segenap tenaga aku berusaha siap
mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh dokter. “ bapak mengalami
pendarahan bu di batang otaknya, saat ini kondisinya tidak sadar bisa
berlangsung lama dan bisa juga sebentar. Tapi nanti kalaupun sadar kemungkinan
kondisi bapak akan stroke bu. Ini masih kita observasi. Dan kemungkinan
terburuk bapak bisa mengalami henti jantung”
Ya kurang lebih seperti itu yang kuingat yang dikatakan oleh
dokter saat itu, ok insyaallah siap apapun yang terjadi. Itu yang ada di
pikiranku saat itu. Aku siap seandainya ayah segera sadar dan mengalami stroke
dan harus lebih ekstra lagi mendampinginya, aku siap seandainya ayah harus lama
tidak sadarkan diri dan harus mendampinginya setiap saat, dan yang terakhir aku
siap jika ayah akhirnya harus pergi meninggalkan kami semua karena mungkin itu
yang terbaik bagi kami semua.
Setelah dokter memberikan penjelasan padaku segera aku menuju
bed ayah, kubelai rambutnya kugenggam tangannya tapi sudah tidak terasa tenaga
dari tangannya. Berkali kali kuucap istighfar sambil sesekali mengusap bibirnya
yang sesekali mengeluarkan cairan. Tiba tiba kudengar suara dari mulut ayah
yang sudah terpasang selang, samar seperti ucapan “Ya Allah ya Allah Ya Allah”
dan entah spontan kubisikkan kalimat syahadat di telinganya. Kulihat mulutnya
seperti menghembuskan nafas panjang, kutunggu sampai beberapa saat tapi tidak
kulihat lagi gerakan mulutnya bernafas. Langsung saja kupanggil perawat dan ku
telepon mas Edy, segera para perawat dengan sigap memacu jantung ayah sama
seperti di film film yang sering kutonton sementara mas Edy memelukku dengan
erat dan aku larut dalam tangis sesenggukanku. Masih jelas rasanya Ayah, saat
saat kau pergi masih meninggalkan duka yang sangat dalam. Saat aku mengetiknya
inipun masih keluar airmata ini, Semuanya masih terasa jelas bagiku, setiap moment detik demi detik kepergianmu masih terasa. Satu hal yang membuatku lega adalah kau sudah tidak lagi merasakan sakit seperti yang telah kau alami beberapa tahun terakhir ini
Ku ikhlaskan kepergianmu, semoga kau tenang di sana Ayah, insyaallah kami akan selalu mendoakanmu dan semoga kelak suatu saat nanti kita dipertemukan kembali dalam Jannah ...
Amin Ya Robbal Alamin
Alfatihah
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِي﴿ ١
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِينَ ﴿ ٢
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ ﴿ ٣
مٰلِكِ يَوْمِ الدِّينِ ﴿ ٤
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿ ٥
اهْدِنَا الصِّرٰطَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿ ٦
صِرٰطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّينَ ﴿ ٧