Selasa, 21 Januari 2020

Saat terakhir#3


Rabu, 09102019
Subuh pagi itu, aku masih bermalas malasan di ranjang mbah kakung karena aku masih tidak sholat. Aku ingat kau duduk di kursi panjang di depan TV sambil memegang hape mu ayah. Aku menanyakan jam berapa Hira tadi malam tertidur dan kau jawab bahwa kau sudah tidak melihat jam malam itu, kau hanya bilang tengah malam kau masih sempat membuatkan Hira sebotol susu dan selanjutnya engkau sudah tidak begitu memperhatikan. Mungkin karena kau tidak bisa tidur semalaman dan akhirnya kutanyakan juga kenapa, apakah masih sesak nafas kah? Ternyata kau jawab tidak dan tidak tahu. Katamu entah kenapa semalaman kau merasa gelisah dan tidak bisa tidur. Bukan karena sesak nafas atau tidak enak badan seperti biasanya.
Tak lama setelah berbincang Hira terbangun , aku juga heran kenapa Hira yang tidur larut malam bisa pagi pagi sudah bangun. Segera aku ke dapur menyiapkan sarapan pagi itu, aku lupa dengan siapa pagi itu Hira mandi. Apakah dengan ayah atau dengan ku , yang aku ingat ketika akan berangkat sekolah Hira sudah nangkring cantik di atas sepeda ayahnya dan memanggil manggil aku “ mama mama ayo kita balapan , ayo maaa”
Aku segera menyalakan motorku dan beriringan motor kita melaju bersama. Hira dan ayah dengan aktifitasnya tiap pagi jalan jalan keliling kampung, mampir ke TK Paud untuk beli beli mainan dan jajan lalu pulang sedangkan aku lanjut melaju motorku ke sekolah.
Pagi itu di sekolah tidak ada hal yang baru, semuanya berjalan seperti biasanya. Aku mengajar jam 1-2 di kelas 9 A lalu jam ke 3 aku duduk duduk di ruang guru sambil menunggu istirahat tiba untuk masuk ke kelas 8D di jam ke 4-5. Tapi entahlah ternyata ketika aku masuk ke kelas 8D baru saja satu jam pelajaran mereka bilang kalau jam mengajarku sudah habis , ya ternyata aku gagal fokus pagi itu . Jadwal  yang kukira jam 4-5 ternyata jam 3-4 , ok lah sudahlah. Aku lalu menunggu lagi di ruang guru untuk jadwa mengajarku berikutnya di kelas 8E setelah istirahat  jam ke 6-7 , rupanya gagal fokusku terulang kembali dan jadwal di 8E rupanya jam ke 5-6. Ah kenapa aku sepagian ini gagal fokus? Aku bercerita dengan rekan rekan guru ku di ruangan sambil sesekali menertawakan gagal fokus ku pagi ini. Setelah habis jam  mengajarku  hari itu aku tidak langsung pulang karena aku harus mengisi bimbel di sekolah. Sudah lewat waktu dhuhur dan tiba tiba telpon WA dari ayah muncul di layar HP ku
Ku angkat telepon WA ayah tapi tidak ada jawaban, ku coba telepon kembali dan ternyata yang menjawab adalah Jiha. Aku sudah mulai curiga jangan jangan ayah sesak nafas lagi , segera kucecar Jiha dengan pertanyaan apakah ayah sakit , sesak , dan butuh ke igd saat itu juga. Dan jiha hanya singkat menjawab Ya dengan nada suara yang terdengar khawatir. Tanpa berpikir panjang aku segera pamit ke teman teman dan aku katakan pada mereka bahwa ada kondisi darurat di rumah. Di jalan pikiranku melayang memikirkan apa yang terjadi dengan ayah di rumah,apakah sama seperti senin malam ayah sesak lagi? Dengan tenang aku mengendarai motorku karena aku sudah terbiasa dengan hal seperti ini, kubayangkan aku membawa ayah ke igd rumah sakit sama seperti kejadian kejadian sebelumnya. “insyaallah kali ini terlewati seperti biasanya” ya itulah yang ada di benakku ketika aku mengendarai motorku menuju arah pulang ke rumah.
Kubelokkan motorku memasuki gang rumahku, semuanya tampak lengang seperti biasa. Masuk halaman rumah juga tenang tidak ada suara suara gaduh di dalam rumah, aku memarkir motorku di depan halaman rumah dan segera aku masuk. Agak kaget ternyata di dalam rumah sudah banyak ibu ibu tetanggaku berkumpul di dekat kasur depan TV sementara ayah berbaring di kasur. Belum sempat kutaruh ranselku aku langsung menghampiri ayah, kupanggil namanya berkali kali tapi tidak ada jawaban darinya. Panik mulai menghinggapiku, tubuhmu terbujur kaku. Sekujur tubuhmu dingin, berkeringat dan bergetar serta ada busa di mulutmu. Tak henti hentinya aku memanggilmu dan kau tetap sama diam tak menjawab. Aku bingung bagaimana ini aku akan membawamu ke puskesmas atau ke rumah sakit. Sempat aku bertekad membawa sendiri mobil ku untuk membawamu ke igd tapi ibuk mencegahku. Sementara Jiha sudah mulai menangis sedangkan Hira tidur lelap di ranjang mbah kakung. Aku sudah tidak peduli bagaimana nanti kita akan ke igd, aku segera ke kamar menyiapkan semua yang perlu dibawa dan tak lama kemudian ada tetanggaku yang bersedia mengantarkan. Setelah semuanya siap, beberapa orang bapak bapak membantu menggotong ayah masuk mobil sementara aku sudah siap di dalam mobil untuk memapahmu. Rencana awal memang kita mau ke igd rumah sakit tapi tetanggaku menyarankan untuk membawa ke igd puskesmas dulu untuk pertolongan pertama dan aku menyetujuinya.  
Sampai di igd puskesmas perawat dan dokter dengan sigap memberikan pertolongan pertama pada ayah, sementara ayah belum sadar juga dan sekujur tubuhnya bergetar. Mereka segera meberikan suntikan untuk menghentikan kejangnya dan tak berapa lama tubuh ayah mulai tenang. Beberapa kali aku ke booth perawat mengurusi administrasi dan mereka masih sibuk memonitor perkembangan ayah . Mereka menjelaskan bahwa nantinya ayah pasti akan di rujuk ke RSUD dan aku mengangguk saja. Sebelum di rujuk mereka memasangkan selang kateter pada ayah, aku sempat bertanya kenapa pakai dipasang selang kateter karena biasanya ketika masuk igd jarang sekali mereka memasangnya jika tidak dalam kondisi yang sangat darurat saja. Aku kembali menepis kekhawatiranku dan mengingat lagi ke belakang bahwa dulu ayah juga pernah kok dipasang kateter tapi itu sudah lama sekali. Sebelum petugas memasangkan kateter aku sempat memberitahukan bahwa ayah memiliki hernia di testis kanannya, tapi entah kenapa ketika dipasang sudah tidak kelihatan bengkak lagi seperti biasanya. Setelah semua proses selesai akhirnya ambulan memberangkatkan kami ke rumah sakit
Sepanjang perjalanan menuju RSUD tak henti henti dan tak putus putusnya aku berdoa untuk ayah semoga bisa melewati lagi moment yang seperti ini dan kembali beraktifitas seperti biasa. Ingatan ku melayang pada lima tahun yang lalu dan tiga tahun yang lalu dimana ayah pertama kali masuk igd dan masuk igd lagi dua tahun kemudian sebelum cuci darah rutin. Ya, semuanya terjadi di bulan oktober .Rasanya perjalanan menuju RSUD kali ini terasa lama sekali bagiku, dengan posisi duduk yang tidak nyaman dan memegangi ayah supaya tubuhnya tidak banyak bergerak karena goncangan dari mobil ambulan yang melaju dengan cepat membuat detik detik perjalanan  kami menuju rumah sakit terasa begitu lama.
Akhirnya sampailah kami di igd rumah sakit, karena sudah terbiasa keluar masuk igd sebelumnya aku langsung saja menuju booth pendaftaran sementara ayah di dampingi oleh perawat dari puskesmas masuk ke ruangan igd. Aku tidak begitu memperhatikan di area mana ayah ditempatkan di igd hingga tiba di depan area penanganan perawat puskesmas memberitahuku bahwa ayah ada di area merah. Mendengar hal itu hatiku seketika berdegup, ada kecemasan, kepanikan dan kekhawatiran yang muncul. Tapi aku berusaha tenang, kuredam semuanya itu. Bismillah semuanya akan baik baik saja walaupun saat itu hatiku berkecamuk tidak karuan.
Kulangkahkan kakiku memasuki area merah, disambut dengan tangisan beberapa keluarga pasien lain yang menunggui keluarga terkasih mereka. Aku masih berusaha tenang sementara dokter dan perawat sudah stand by di dekat bed ayah siap siap menjelaskan padaku tentang kondisi ayah saat itu
Mereka menjelaskan bahwa kondisi ayah saat ini buruk, kemungkinan ada pendarahan di otak atau infeksi bakteri di otaknya tapi mereka masih harus menunggu perkembangan ayah untuk dilakukan ct scan di radiologi. Aku kembali bertanya apakah paru parunya terendam cairan dan mereka menjawab bahwa paru paru ayah bersih dari cairan. Ah sekali lagi aku harus menahan panik ini, kutepis semuanya dengan mengingat ingat momen sebelumnya dimana ayah berhasil melewati semua itu dan kembali ke rumah dengan kondisi sadar. Tapi entah kenapa airmata ini secara otomatis mulai keluar. Mereka mulai tindakan dengan menyedot cairan melalui mulut ayah, ahhh aku miris melihatnya. Kasihan sekali ayah harus dimasukkan selang panjang melalui mulutnya, tak tega aku melihatnya. Beberapa kali aku dan saudara saudaraku bergantian mondar mandir ke apotik untuk mengambil obat, tanpa menyadari obat apa saja yang sudah masuk ke tubuh ayah.
Mas yudi, dan mas edy sudah menunggu di luar. Mereka semua berkata hal yang sama, sabar , istighfar, kuatkan hati ikhlas dan pasrah dengan segala kemungkinan yang terjadi bahkan yang terburuk sekalipun. Mungkin karena melihat kondisi ayah yang seperti itu makanya mereka berucap hal tersebut. Tapi aku tak berhenti berharap semoga semuanya ini bisa terlewati bersama.
Aku duduk di sebelah kiri bed di dekat kepalanya, kugenggam tangan ayah kubelai rambutnya sambil berucap istighfar sebanyak banyaknya. Masih kurasakan remasan tangan ayah dalam gengggaman ku, aku sedikit lega karena dengan begitu masih ada sedikit harapan ayah bisa sadar. Kubisikkan padanya ,kuberikan pilihan padanya , ya saat itu aku berucap di dekat telinganya “ayah apabila kamu masih kuat bertahan ayok semangat yah, aku mendampingimu disini . tapi kalau ayah sudah capek nggak papa ayah aku insyaallah ikhlas” ya bisikan itu berulang ulang kali kuucapkan di telinga ayah dengan diiringi kalimat istighfar dan seketika air mata mulai menetes tanpa bisa di bendung.
Perawat menghampiri untuk memberitahukan bahwa ayah akan dibawa ke ruang radiologi untuk di rontgen dan CT scan. Ku telepon saudara saudara ku yang sedang menunggu di luar untuk membantu dan dengan segera mereka datang. Proses di radiologi tidak memakan waktu lama, kurang dari setengah jam kami sudah kembali ke area merah. Monitor sudah kembali dipasang dan mereka memberitahuku bahwa nanti dokter akan segera memberitahukan hasil dari CT scan. Pikiran ku sudah berkecamuk tidak karuan membayangkan hasil dari radiologi tadi, di dalam ruangan itu seolah olah waktu tidak berjalan. Aku sudah tidak memperdulikan lagi saat itu jam berapa dan sudah berapa jam aku ada di ruangan itu.
Mas yudi menghampiriku untuk pamit pulang dan menyerahkan tas yang berisi baju gantiku dan barang barang ayah. Aku sampai lupa bahwa dari tadi siang sampai entah jam berapa ini - yang kuingat sudah melewati waktu maghrib- aku belum ganti baju seragam hitam putih yang tadi pagi kupakai ke sekolah.  Kuambil baju gantiku dan beranjak ke kamar mandi sebentar, segera setelah aku berganti baju kulangkahkan kakiku kembali ke area merah.
Mas yudi duduk di kursi menunggu ayah, entah kenapa ketika mau pamit pulang kuminta  mas Yudi untuk membawa semua perbekalan kami mulai dari baju ganti, obat obatan dan lain lain yang kubawa hanya meninggalkan dompet, power bank  dan kartu kartu serta surat surat yang sekiranya akan dibutuhkan kemudian. Tak berapa lama setelah mas yudi pergi seorang perawat datang memasang selang di hidung ayah, ahh aku ingat bapak.  terakhir kalinya di rumah sakit sebelum meninggal bapak juga begitu karena kondisi yang tidak sadar dan mengharuskan memasukkan makanan cair berupa susu melalui selang hidungnya. Pikiranku semakin berkecamuk tapi masih dengan sedikit harapan di hati sambil berkompromi pada diriku sendiri bahwa nanti apapun yang akan terjadi insyaallah aku siap menghadapinya. Aku mulai bertanya pada perawat tentang kondisi ayah dan perawat menjawab bahwa nanti dokter akan menjelaskan semuanya padaku. Ku iringi ayah di sebelah bednya sambil sesekali mengelap cairan seperti muntahan yang keluar dari mulutnya. Berulang ulang kubisikkan istighfar di dekat telinganya dan sesekali kuucapkan pesanku sebelumnya sambil menggenggam tangannya dan membelai rambutnya, tapi kali ini genggamannya terasa semakin lemah di tanganku
Tak berapa lama perawat memanggil ku untuk berbicara dengan dokter. Pikiranku berkecamuk tapi dengan segenap tenaga aku berusaha siap mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh dokter. “ bapak mengalami pendarahan bu di batang otaknya, saat ini kondisinya tidak sadar bisa berlangsung lama dan bisa juga sebentar. Tapi nanti kalaupun sadar kemungkinan kondisi bapak akan stroke bu. Ini masih kita observasi. Dan kemungkinan terburuk bapak bisa mengalami henti jantung”
Ya kurang lebih seperti itu yang kuingat yang dikatakan oleh dokter saat itu, ok insyaallah siap apapun yang terjadi. Itu yang ada di pikiranku saat itu. Aku siap seandainya ayah segera sadar dan mengalami stroke dan harus lebih ekstra lagi mendampinginya, aku siap seandainya ayah harus lama tidak sadarkan diri dan harus mendampinginya setiap saat, dan yang terakhir aku siap jika ayah akhirnya harus pergi meninggalkan kami semua karena mungkin itu yang terbaik bagi kami semua.
Setelah dokter memberikan penjelasan padaku segera aku menuju bed ayah, kubelai rambutnya kugenggam tangannya tapi sudah tidak terasa tenaga dari tangannya. Berkali kali kuucap istighfar sambil sesekali mengusap bibirnya yang sesekali mengeluarkan cairan. Tiba tiba kudengar suara dari mulut ayah yang sudah terpasang selang, samar seperti ucapan “Ya Allah ya Allah Ya Allah” dan entah spontan kubisikkan kalimat syahadat di telinganya. Kulihat mulutnya seperti menghembuskan nafas panjang, kutunggu sampai beberapa saat tapi tidak kulihat lagi gerakan mulutnya bernafas. Langsung saja kupanggil perawat dan ku telepon mas Edy, segera para perawat dengan sigap memacu jantung ayah sama seperti di film film yang sering kutonton sementara mas Edy memelukku dengan erat dan aku larut dalam tangis sesenggukanku. Masih jelas rasanya Ayah, saat saat kau pergi masih meninggalkan duka yang sangat dalam. Saat aku mengetiknya inipun masih keluar airmata ini, Semuanya masih terasa jelas bagiku, setiap moment detik demi detik kepergianmu masih terasa. Satu hal yang membuatku lega adalah kau sudah tidak lagi merasakan sakit seperti yang telah kau alami beberapa tahun terakhir ini
Ku ikhlaskan kepergianmu, semoga kau tenang di sana Ayah, insyaallah kami akan selalu mendoakanmu dan semoga kelak suatu saat nanti kita dipertemukan kembali dalam Jannah ...
Amin Ya Robbal Alamin
Alfatihah

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِي﴿ ١


الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِينَ ﴿ ٢

الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ ﴿ ٣

مٰلِكِ يَوْمِ الدِّينِ ﴿ ٤

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿ ٥

اهْدِنَا الصِّرٰطَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿ ٦

صِرٰطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّينَ ﴿ ٧